DEMAM VIDCON : HARAMKAH MENGGUNAKAN VIDEO CONFERENCE ?

Pada masa pandemi ini, dunia pendidikan kita mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi, sedang terkena uforia "demam vidcon" dan hal ini dibuktikan dengan begitu banyaknya seminar daring yang diselenggarakan selama liburan sekolah ini, dan demam ini juga menulari proses pembelajaran guru-guru dikelas dan dosen-dosen di perguruan tinggi.

Rasanya seperti ada yang kurang jika sehari saja tidak mengajar dengan vidcon dan serasa masih belum jadi guru abad 21 jika belum menggunakan vidcon. Banyak tawaran dari beragam provider, mulai dari yang gratis hingga yang berbayar.

Video Conference versi Gratis : (Simak tulisan Cerdas Memahami Biaya Belajar?)
  1. Google Meet ; Dengan akun GMAIL.COM bisa untuk 100 peserta dengan durasi 1 Jam 
  2. Google Meet ; Dengan akun Google Suite bisa untuk 250 peserta dengan durasi 24 Jam dan 10.000 viewer streaming
  3. Micrososft Teams ; Dengan akun Office 365 bisa untuk 250 peserta dengan durasi 4 Jam dan 10.000 viewer streaming
  4. Zoom ; untuk 100 orang peserta dan 40 menit
Lalu apakah Video Conference merupakan pilihan terbaik untuk masa pandemi di Indonesia ? Kita telah ketahui bersama bahwa sekitar 33% peserta didik kita tidak memiliki dukungan jaringan koneksi internet (data GTK-Kemdikbud 2020). Artinya cukup banyak peserta didik kita yang tidak memiliki daya dukung jika pembelajaran harus dilakukan dengan Daring. Bahkan ditengah kondisi krisis semacam ini kami mendapat laporan, bahwa ada orang tua yang harus menjual HP anaknya untuk bisa membayar kontrakan, ada sekolah yang memberi subsidi paket data kepada siswa yang tidak mampu sementara siswa tersebut tidak memiliki HP, dan masih banyak kasus lainnya dan itu terjadi tidak hanya di daerah 3T dan remote area, melainkan di masyarakat perkotaan.

Sebagai gambaran, dengan menggunakan video conference, untuk durasi 1 jam tatap muka daring, dengan kualitas rendah, akan menghabiskan paket data sekitar 500 MB. Jika satu hari siswa mengikuti 4 mata pelajaran dengan durasi mengajar tiap mata pelajaran 1 jam, maka paling tidak diperlukan 2 GB paket data, jika dikalikan lima hari, maka dalam seminggu paling tidak siswa memerlukan 10 GB.

Hal yang sama juga akan dialami oleh gurunya, jika sehari mengajar 4 kelas paralel saja, maka harus menyiapkan 2 GB, dan jika seminggu juga akan menyedot paket data sekitar 10 GB, itu dengan asumsi resolusi / kualitas video rendah. 

Terbayang berapa rupiah yang harus disiapkan oleh guru dan siswa untuk pembelajaran dengan alat yang bernama Video Conference ini. Simak resolusi yang ditawarkan Mandikbud pada tulisan DISINI.

Ada sekolah yang "cerdas" dan menyiasati permasalahan ini dengan menyatukan semua kelas paralel untuk tujuan menghemat kuota. Misalnya dengan mengajar langsung 200 siswa/mahasiswa (5 kelas) dengan menggunakan VidCon seperti layaknya kuliah umum yang dilakukan para guru-guru besar di perguruan tinggi. Pertanyaannya, kuota siapa yang akan dihemat ?

Dengan cara semacam itu, jelas sekali terjadi efesiensi paket data dan waktu yang digunakan guru/dosen dalam mengajar. Namun apakah cara ini akan efektif bagi peserta didik / mahasiswa ? mengingat dengan model tatap muka langsung dikelas dengan jumlah siswa dalam satu rombel kurang dari 40 siswa saja masih sulit mencapai target ketuntasan kurikulum, apatah lagi jika dengan jumlah peserta yang lebih besar.

Manfaat disisi siswanya sangat kurang, dan feedback ke siswa akan semakin sulit dilakukan terlebih jika pilihannya adalah Video Conference (Meet, Zoom, Teams, Webex, Zoom dll) dengan keharusan berada dalam satu waktu dengan dukungan jaringan yang cukup, kuota yang memadai dan waktu yang terbatas.

Jika cara tersebut ingin dilakukan, maka basisnya adalah Learning Management System (LMS) sehingga waktunya akan lebih fleksibel menyesuaikan dengan kondisi, waktu dan daya dukung orang tua yang mungkin saja disebuah rumah hanya terdiri 1 device/perangkat yang digunakan bersama-sama dengan saudara-saudara lainnya yang juga melaksanakan BDR serta sedapat mungkin untuk tidak menggunakan Video Conference.

Rekaman pembelajaran yang ditanam di LMS akan jauh lebih efektif dan efesien ketimbang Vidcon, sehingga gurunya bisa fokus pada feedback dan tanya jawab serta mengatasi masalah dan kendala siswa selama jadual BDR. Baca juga CARA MEREKAM LAYAR KOMPUTER.

Konten sudah disiapkan di LMS (misalnya Classroom) untuk KD-KD esensial atau fokus pada lifeskill dan kecakapan abad 21 peserta didik seperti literasi dan numerasi, dan waktu yg disediakan (dijadualkan) itu fokus pada Feedback, masalah siswa belajarnya atau menyelesaikan penugasan bisa sepanjang hari dengan mempertimbangkan atau fokus pada lifeskillnya.

Ada hal menarik lain dari fenomena VidCon ini dimana guru dan siswa mematikan fungsi Camera dengan tujuan menghemat kuota dari kedua sisi, baik dari sisi guru maupun dari sisi peserta didik. Dan memang benar adanya hal itu sedikit banyak akan mengurangi konsumsi kuota paket data yang digunakan.
 
Namun dengan alasan menghemat kuota guru dan siswa dan mematikan fungsi camera dengan mematikan (off), maka itu namanya bukan Video Conference (Vidcon), akan tetapi itu namanya Audio Conference🤭

Beda-beda tipis dengan Siaran Radio...., jika demikian untuk apa menggunakan Buldoser ketika membunuh Tikus yang ada didalam rumah ? Mungkin analoginya ngga nyambung ya 😆. Akan lebih baik gunakan aplikasi semacam Whatsapp atau Telegram untuk mendistribusikan suara, toh bisa lebih hemat dan juga bisa dua arah, jika tidak ingin menggunakan radio atau aplikasi Audioconference.

Mengajar Dengan Audio di Telegram

Akhirnya, saya hanya ingin menyampaikan bahwa, mengajar dengan menggabungkan kelas paralel terlebih dimasa pandemi dengan belajar dari rumah (BDR) ini patut dipertimbangkan, terlebih jika menggunakan LMS. Namun jika masih menggunakan VIDCON hanya untuk kepentingan gaya-gayaan lalu posting di status bahwa anda sudah mengajar daring dengan puluhan atau ratusan siswa/mahasiswa maka rasanya tidak terlalu bijak.

Sekali lagi, VIDCON tidak salah untuk digunakan jika daya dukung siswa dan orang tua serta gurunya optimal, jika tidak maka LMS menjadi pilihannya karena lebih fleksibel. Dan VIDCON tidak haram jika digunakan sebatas untuk kepentingan pemberian feedback sesekali terhadap peserta didik, bukan menjadi tools wajib setiap hari dalam proses belajar-mengajar.

Salam dari Ibu Kota Negara
Fathur Rachim

Folloow dan Subscribe Channel FathurRachim di ---> https://s.id/subscribeCH1

 Cara membuat Channel Youtube

Mulai dari ENOL : Cara Buat Pembelajaran di Google Classroom 

Related

viral 5455581045126419804

Posting Komentar

  1. A hand is valued by the rightmost digit of the sum of the cards; each spherical has exactly three differing outcomes. The player will get the upper score, or the banker will get the upper score or 1xbet a tie. In roulette, the gamers should guess on either black or pink, a single quantity, groups of numbers, even or odd, or high [19–36] or low [1–18] numbers.

    BalasHapus

emo-but-icon

Follow us !

Trending

Terbaru

Komentar

item