KONTROVERSI : KEBIJAKAN MASUK SEKOLAH JAM 5 PAGI DI NTT

Kondisi Jembatan Naikilu - Amfoang NTT

Beberapa hari terakhir, isu terkait kebijakan penerapan jam masuk sekolah yang dimulai dari pukul 5 pagi di beberapa sekolah di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi pembicaraan dan perdebatan "hangat" di jagat maya. Meskipun hal tersebut merupakan kebijakan lokal NTT, namun mengundang perhatian banyak pihak, mulai dari orang tua, guru hingga pemerhati dan praktisi pendidikan diseluruh Indonesia.

Gubernur NTT, Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat memberlakukan kebijakan tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan kedisiplinan dan etos kerja anak-anak SMA dan SMK di provinsi NTT. Lalu pertanyaanya, apakah DURASI akan dapat meningkatkan kedisiplinan dan etos kerja, kualitas pembelajara serta outcome dari lulusan-lulusan SMA dan SMK tersebut?

Lalu apakah tidak cukup dengan implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di Kurikulum Merdeka untuk dapat meningkatkan kedisiplinan dan etos kerja siswa?

Keputusan tersebut diatas, sepertinya belum melalui kajian yang mendalam dan komprehensif dan terkesan terlalu prematur untuk diterapkan secara menyeluruh, ataupun secara terbatas. Penunjukan beberapa sekolah di kota Kupang untuk melaksanakan kebijakan tersebut sebenarnya langkah awal yang baik sebagai pilot project-nya. Namun demikian kajian-kajian lanjutan perlu terus dilakukan.

Jika ingin meningkatkan etos kerja dan kedisiplinan siswa untuk persiapan bibit-bibit unggul yang akan masuk di akademi kepolisian dan akademi militer yang jumlahnya (quota) terbatas, maka akan jauh lebih baik jika NTT merancang sekolah-sekolah berbasis asrama (boarding school) untuk keperluan tersebut, sehingga pola didik dan pola asuh bisa 1x24 jam.

Ketika akan menerapkan kebijakan masuk pukul 5 pagi tersebut di seluruh provinsi NTT maka ada baiknya, pihak pemerintah provinsi dan dinas terkait mencermati, menganalisis beberapa hal berikut:
  1. Biaya ;   Uang saku yang akan dikeluarkan oleh orang tua siswa tentu akan bertambah, misalnya uang saku yang tadinya hanya untuk makan siang, sekarang juga harus menyiapkan uang saku untuk sarapan pagi disekolah, begitupula dengan Ibu/Bapak guru. Sekolah pun tentunya akan mengeluarkan biaya ektra untuk menghidupkan listrik/penerangan di pagi hari yang tentunya masih cukup gelap, terlebbih untuk sekolah-sekolah yang tidak memiliki aliran listrik, serta biaya-biaya lainnya.
  2. Beban Kerja ; Jika masuk pukul 5 tersebut sebagi sebuah jam tambahan, maka bisa dipastikan beban kerja guru dan tenaga kependidikan akan bertambah karena masuk kerja lebih cepat, namun pulangnya dengan jam yang sama, implikasinya tentu akan sangat banyak, terlebih jika jumlah gurunya kurang. 
  3. Keamanan ; Ketika jam kerja (jam belajar) mulai pukul 5 pagi, tentu siswa dan guru akan berangkat ke sekolah lebih cepat dari itu (asumsi berangkat kesekolah antara jam 2.00 - 4.30 pagi). Tingkat resiko keselamatan dan keamanan peserta didik cukup tinggi. Sudah siapkah aparat keamanan mengamankan jalu-jalur yang dilewati oleh siswa tersebut mulai dinihari.
  4. Transportasi umum ; Masih minimnya ketersediaan transportasi umum, terlebih yang beropasi pada jam-jam dinihari tersebut di perkotaan, apalagi didaerah pinggiran. Berdasakan pengalaman penulis, ada siswa dan guru harus menempuh perjalanan hingga mencapai 2 jam lebih saat pergi dan pulang sekolah pada jam normal dengan berjalan kaki.
  5. Durasi ; Jika masuk lebih awal untuk menambah durasi di sekolah, maka salah satu Tripusat Pendidikan akan semakin pincang yakni "pendidikan di keluarga", padahal antara pendidikan di sekolah, di masyarakat dan di dalam keluarga haruslah berimbang. Saat pulang sekolah tentu sudah akan sangat lelah sekali. 
  6. Quality Time ; Quality time bersama guru di sekolah dan bersama orang tua di rumah akan sangat menentukan sekali, keberhasilan sebuah pendidikan. 
Hambatan lain terkait kebijakan tersebut adalah kondisi geografis, infrastruktur jalan dan sekolah yang tentunya harus disiapkan terlebih dahulu agar kebijakan tersebut benar-benar bisa memiliki dampak maksimal, tidak hanya sekedar "berbeda" dari daerah-daerah lainnya.
 

Atau jangan-jangan ini bentuk satir dari kebijakan nasional dibidang pendidikan yang acap kali melakukan hal-hal sama secara berulang, namun mengharapkan hasil yang lebih? Atau ini juga dianggap sebagai bentuk autokritik terhadap P5 yang dianggap tidak cukup untuk membangun karakter kedisiplinan dan etos kerja bagi siswa ?

Penulis :
Fathur Rachim
Ketua Umum HIPPER Indonesia (hipper.or.id

Kondisi Infrastruktur Jalan, Jembatan dan Sekolah di Amfoang - NTT



Related

trend 4905949141491552799

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow us !

Trending

Terbaru

Komentar

item