Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022 MERAMPAS Hak Guru ?


Dunia pendidikan di tanah air kembali diguncang "gempa" dengan magnitudo mencapai 7.0 skala richter. Gempa bumi dangkal yang berpusat di koordinat maps G45W+489 yakni di kota Samarinda, getarannya juga dirasakan dari ujung barat hingga ujung timur wilayah Indonesia. Penyebab gempa tersebut dipicu oleh gesekan banyak faktor, salah satu faktor utamanya menurut sumber terpercaya bahwa "Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022" lah penyebab utama goncangan tersebut. Kira-kira demikianlah jika kejadian Aksi Damai Guru kota Samarinda dibawaah bendera Forum Guru Kota Samarinda pada hari Senin tanggal 03 Oktober 2022 di Balai Kota Samarinda dianalogikan seperti gempa Tektonik.

Gempa seperti yang terjadi di Kota Samarinda, dapat saja terjadi di kabupaten/kota lainnya di Indonesia, bahkan bisa menjadi preseden kebijakan di pemerintah daerah lainnya. Di Samarinda sendiri hal tersebut dipicu oleh beredarnya Surat Edaran Sekretaris Daerah Kota Samarinda tertanggal 16 September 2022 dimana salah satu poinnya menyatakan bahwa "guru ASN yang mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak boleh menerima Insentifs atau apapun namanya karena sifatnya sama, yaitu Tambahan Penghasilan diluar gaji sehingga 2.244 guru penerima TPG insentifnya dibayarkan hanya 3 bulan". 


Sebelum kita berbicara substansi dari poin-poin dalam surat edaran tersebut diatas, perlu kita lihat terlebih dahulu konsideran dan kedudukan dari Surat Edaran tersebut. Terkait Perwali Samarinda Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai di Lingkungan Pemerintah Daerah dan Perwali Samarinda Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pemberian Insentif Bagi PTK memang tampaknya sejalan dengan Surat Edaran tersebut, yang katanya merujuk kepada Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Petunjuk Teknis Pemberian Tunjangan Profesi dst, khususnya pasal 10 ayat 2 yakni " Tambahan Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Guru ASN di Daerah yang belum menerima Tunjangan Profesi."


Dengan demikian, Surat Edaran Sekdakot 16 September 2022 tersebut sebenarnya telah sejalan dengan Permendikbud No 4 Tahun 2022, namun Surat Edaran tersebut bertentangan dengan Perwali Nomor 5 Tahun 2021 Pasal 9 poin h dan Perwali Nomor 8 Tahun 2022 Pasal 4 ayat 1, yang kedudukannya lebih tinggi dari Surat Edaran Sekdakot. Jika, alasannya Perwali gugur karena adanya Permendikbud tersebut maka seharusnya ada revisi Perwali yang terbaru untuk merevisi Perwali yang sudah ada tersebut.

Perwali 5 2021

Perwali 8 2022


Namun celakanya, baik Perwali Nomor 5 Tahun 2021, Surat Edaran Sekdakot dan Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022, ketiganya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi diatasnya yakni Peraturan Pemerintah (PP) 19 Tahun 2017 Jo PP 74 Tahun 2008 Tentang Guru serta UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. 

Dalam PP 19 Tahun 2017 Tentang Guru Pasal 23 jo PP 74 Tahun 2008 Tentang Guru pasal 15, 21, 22, 23, 24 dan penjelasan pasal 51, serta UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen khususnya pasal 15 menyatakan bahwa Guru (tidak ada pembedaan antara guru negeri/swasta ASN/Non_ASN) berhak atas Tambahan Penghasilan (atau apapun namanaya).

Sementara Tunjangan Profesi Guru (TPG) merupakan hak inklusif yang melekat pada profesi guru karena konstitusi kita mengamanatkan "mencerdaskan kehidupan bangsa", salah satu pilarnya adalah Guru. Semangat UU Nomor 14 Tahun 2005 ingin menjunjung tinggi martabat guru berbeda dari profesi lainnya, termasuk berbeda dari ASN lainnya jika gru tersebut kebetulan berstatus ASN.

Di era tahun 2000 kebawah, profesi guru sangat sedikit dilirik oleh siswa dan orang tua karena kesejahteraanya kecil, padahal kita berharap siswa-siswa kita didik oleh guru-guru yang berasal dari calon guru terbaik (mahasiswa / siswa pintar dan cerdas), siswa dan orang tua lebih memilih anaknya untuk jadi dokter dan insinyur, sehingga pekerjaan rumah mencerdaskan kehidupan bangsa akan sulit terwujud karena bahan bakunya. Saat itu IKIP/FKIP itu adalah pilihan terakhir calon mahasiswa setelah gagal diberbagai jurusan bergengsi.


Pasal 15 tersebut diatas berbunyi bahwa guru berhak memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum yang MELIPUTI Gaji Pokok, tunjangan yang melekat pada gaji (tunjangan istri, anak, kesehatan dsb), serta Penghasilan Lain. Penghasilan lain BERUPA Tunjangan Profesi (TPG), Tunjangan Fungsional, Tunajngan Khusus (Guru 3T) DAN  Maslahat Tambahan. Pada pasal tersebut tidak ada diksi ATAU melainkan DAN.

Terkait "catatan BPK" dalam konsideran Surat Edaran diatas, bukan merupakan produk hukum mengikat atau bersifat final (inchrah). Catatan dari BPK bisa disebabkan karena manajemen pengelolaan keuangan daerah tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, namun bukan berarti karena selalu masalahnya akibat "double pembiayaan dan penganggaran". Mengingat 9 kabupaten/kota se Kaltim dan plus Pemerintah Provinsi Kaltim yang tetap memberikan TPP/Tukinda/Insentif atau istilah lainnya terbukti tidak bermasalah dan tidak ada catatan dari BPK. Artinya mereka memberikan TPP sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Inti dari permasalah seperti yang terjadi di kota Samarinda ini dan di beberapa kota lainnya di Indonesia lebih kepada "Goodwill" dari Pemerintah Daerah seberapa besar penghargaan yang mereka berikan kepada profesi guru baik ASN maupun non-ASN, dan seberapa keberpihakan mereka kepada Pendidikan di daerah mereka masing-masing.

Di level nasional, Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022 merupakan bukti bahwa kebijakan Kemendikbud tidak berpihak pada guru dan tidak pro kesejahteraan guru, sehingga wajar saja RUU Sisdiknas yang katanya pro kesejahteraan guru, ditolak masuk Prolegnas oleh wakil-wakil rakyat kita.

Saya pribadi dan kami di HIPPER Indonesia tidak bisa terbayang jika RUU Sisdiknas kemarin masuk Prolegnas (tidak ditunda), maka RUU Sisdiknas yang akan menjadi UU Sisdiknas dapat menjadi payung hukung bagi Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022 termasuk Perwali dan surat edaran diatas, mengingat terkait penghasilan/pengupahan (tunjangan) hanya ada diatur dalam 1 buah pasal yakni pasal 145 (draft RUU Sisdiknas) "yang samar". Ada TERTULIS JELAS saja di dalam UU No. 20 tahun 2003 dan UU Nomor 14 Tahun 2005 serta PP terkait kesejahteraan guru tidak kunjung dilaksanakan dan terwujud, apalagi jika tidak tertulis secara JELAS.

Pasal 145 - Draft RUU Sisdiknas

Terkait khusus ASN yang kebetulan profesinya sebagai guru juga diperkuat dengan adanya PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan tunjangan penghasilan sesuai Pasal 58.

Saya tutup dengan sebuah pepatah negeri jiran kita "Kalau na' seribu daye' kalau tak nak, seribu dalih".  Selamat pagi dan semangat PAGI sahabat HIPPER di seluruh Indonesia.

https://www.fathur.web.id

Link 1: https://s.id/hipper031022 (Channel HIPPER Indonesia) Link 2: https://s.id/hipper031022a (Channel Fathur Rachim Official)

Related

trend 5533853664152941687

Posting Komentar

  1. baca peraturan jangan setengah² bung. Bikin tulisan panjang lebar + kesimpulan ternyata situ ngak paham aturan wkk.

    BalasHapus
  2. Tambahan penghasilan permendikbud di situ maksudnya utk guru PNS yg blm punya sertifikat pendidik. maksudnya gini, guru pns yg punya serdik berhak dapat tunjangan profesi guru. nah bgmn dgn guru pns yg ngk punya serdik? jelas menurut UUDG, tdk berhak dapat TPG. Nah karena pemerintah peduli, makanya guru blm berserdikbitu juga diberi tunjangan, nama tunjangannya Tamsil (Tambahan penghasilan)

    BalasHapus

emo-but-icon

Follow us !

Trending

Terbaru

Komentar

item